Viral kabar pelaku UMKM ditagih biaya Rp 118 juta saat akan mengekspor produknya akhirnya sampai di telinga Dirjen Bea Cukai Kementerian Keuangan Askolani. Askolani menjelaskan duduk permasalahannya. Biaya Rp 118 juta tersebut bukan dipungut oleh Bea Cukai. Penagihan biaya terhadap pelaku usaha dengan nama CV Borneo Aquatic itu bukan dilakukan oleh pihak Ditjen Bea Cukai.

Ia menjelaskan, akar dari permasalahan kasus itu berasal dari kesalahan pengisian data kode HS kiriman barang yang dilakukan oleh CV Borneo Aquatic ketika hendak mengekspor produknya. Oleh karenanya, untuk menyesuaikan barang yang hendak dikirim dengan dokumen yang diperlukan, pihak Bea Cukai Tanjung Priok meminta kepada yang bersangkutan untuk memperbaiki dokumen pengiriman barang. "Dari sini kemudian menyebabkan prosesnya tertahan di Bea Cukai, untuk kemudian harus diperbaiki," kata Askolani dalam media briefing di Jakarta, Selasa (12/12/2023).

Dalam proses perbaikan dokumen tersebut, CV Borneo Aquatic menitipkan barangnya pada pihak penitipan milik swasta atau TPS. Bupati Dapat Gelar Datuk Sri Utama Paramudya Diraja dari Kesultanan Serdang Ramalan Keuangan untuk Zodiak Taurus, Cancer, dan Virgo Besok, Minggu 24 Desember 2023

Bea Cukai Pungut Biaya Rp 118 Juta Ekspor Produk UMKM? Askolani Jelaskan Duduk Permasalahannya Ramalan Zodiak Minggu 24 Desember 2023 untuk Capricorn, Aquarius dan Pisces: Karir, Cinta, Kesehatan Orang Sekeluarga Ditemukan Tewas di Dalam Rumah, Terungkap Korban Baru Jual Tanah Rp 200 Juta Halaman 3

Ramalan Shio Karier Cinta Besok Minggu 24 Desember 2023: Shio Kerbau Menggerutu Bea Cukai Badau Sebut UMKM di Batas Alami Kenaikan Kelas Dampak Boikot Produk Pro Israel, CEO Starbucks Minta Masyarakat Berhenti Demo Kedai Kopinya Halaman all

Dengan dititipkannya barang tersebut, tentu saja TPS mengenakan biaya penyimpanan kepada CV Borneo Aquatic. "TPS ini yang memungut biaya. Dari Bea Cukai 1 rupiah pun tidak ada pungutan," ujar Askolani. Dengan belum diprosesnya pengiriman, Askolani memastikan, pihaknya belum memungut biaya sepeserpun kepada UMKM yang hendak melakukan ekspor itu.

Namun setelah mendengar keluhan penagihan itu, Askolani bilang, Ditjen Bea Cukai berupaya melakukan asistensi dan mempertemukan CV Borneo Aquatic dengan pihak TPS untuk mencari jalan terbaik. "Alhamdulillah hari ini saya mendapat laporan dari Tanjung Priok sudah bisa diselesaikan dan mendapatkan keringanan dari TPS," ucap Askolani. Sebelumnya Menteri Koperasi dan UKM (MenKopUKM) Teten Masduki buka suara soal viralnya kasus pelaku Usaha Mikro, Kecil, Menengah (UMKM) yang produk ekspornya ditahan dan ditagih Rp118 juta.

Teten mengatakan telah berbicara dengan Direktur Jenderal (Dirjen) Bea dan Cukai Kementerian Keuangan, Askolani, terkait dengan isu ini. "Saya sudah bicara dengan Dirjen Bea Cukai mengenai ada isu kesulitan UMKM untuk ekspor, terutama yang produk briket," kata Teten ketika ditemui di sela acara Cerita Nusantara di JCC Senayan, Jakarta, Selasa (28/11/2023)lalu. Dia mengatakan briket itu memang terlalu berisiko dari sisi pengiriman. Perusahaan logistik juga memberi syarat yang tinggi jika ingin diekspor.

Namun, Teten bilang dalam hal ini yang disoroti adalah munculnya kesulitan di pengiriman, sehingga ada tambahan biaya yang harus dibayar pelaku UMKM tersebut. "Jadi saya sudah komunikasi dengan Dirjen Bea Cukai dan mem follow up kasus itu. Nanti beliau akan memberikan update ke saya," ujar Teten. Terkait dengan kasus serupa yang kerap terjadi, ia tak menampik bahwa hal itu memang sering ditemukan, sehingga bukan sesuatu yang asing lagi.

Teten pun telah membahas hal ini dengan Dirjen Bea dan Cukai agar pelaku UMKM yang ingin mengekspor tidak dipersulit lagi. "Jangan dipersulit lah ekspor kita. Kalau impor baru kita persulit karena untuk melindungi produk dalam negeri. Kalau ekspor harus diberi kemudahan," kata Teten. "Nah ini yang saya kira mindset ini yang belum selaras di pemerintahan," lanjutnya.

Unggahan itu ramai diperbincangkan setelah diunggah oleh akun @thechaioflife, Sabtu (25/11/2023). Dalam unggahannya ia mengatakan bahwa pihaknya diminta membayar uang sebesar Rp 118 juta produk ekspornya tidak bisa dikirim keluar negeri. Pengunggah mengatakan, mulanya ia mendapatkan pesanan produk UMKM dari Eropa sebanyak satu kontainer pada Agustus 2023.

UMKM Itu memanfaatkan batok kelapa tidak terpakai untuk digunakan sebagai black lava rock atau batu lava hitam. Pengunggah mengaku senang mendapat tawaran itu lantaran nilainya mencapai 12.973 dollar AS atau sekitar Rp 201 juta. "Membuat kami kegirangan," kata pengunggah.

Mengetahui pesanan yang masuk mencapai ratusan juta, pengunggah mengajak warga sekitar untuk bekerja memenuhi kebutuhan pesanan dan memanfaatkan limbah terbuang. Akan tetapi masalah mulai terjadi setelah produk ekspor diangkut menuju Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta. Ia menyebut produk ekspornya terjadwal muat ke kapal pada 25 September 2023 setelah semua dokumen lengkap.

Akan tetapi, pemberitahuan ekspor barang (PEB) pertama yang diajukan pengunggah ditolak dengan alasan salah ketik atau typo pada HS code di PL dengan di PEB. Lebih lanjut, pengunggah mengatakan pihaknya pun melakukan revisi dan mengirimkan pengajuan ulang sampai Nota Pelayanan Ekspor diterbitkan. Meski begitu, masalah mun kembali mendera saat kontainer dibongkar dan diperiksa karena pihak intelijen menemukan ada satu jenis barang yang jumlahnya tidak sesuai.

Bea Cukai sempat melakukan pengambilan sampel pada 9 Oktober 2023 dengan waktu pengurusan 5 15 hari. Tetapi, tak ada persetujuan yang diterima pengunggah sampai 10 November 2023. Setelah itu, ia mengaku mendapat tagihan armada pemilik kontainer sebesar Rp 118.596 juta yang berasal dari nota hasil intelijen (NHI). Direktorat Jenderal (Ditjen) Bea Cukai telah memberi penjelasan yang kemudian ditayangkan melalui akun resmi emdia sosial X @beacukaiRI.

Bea Cuka menjelaskan bahwa pelaku UMKM yang melakukan ekspor adalah CV Borneo Aquatic. CV ini melakukan ekspor dengan PEB nomor 593978 pada 20 September 2023. "Pada tanggal 23 September 2023, diterbitkan Nota Hasil Intelijen yang berisi indikasi salah pemberitahuan, dugaan adanya jumlah/jenis barang lain yang tidak diberitahukan pada PEB, dan salah HS Code untuk menghindari ketentuan larangan/pembatasan," jelas Bea Cukai.

"Dapat disimpulkan bahwa jumlah dan jenis barang sesuai dengan pemberitahuan, barang tidak terkena ketentuan larangan/pembatasan, namun klasifikasi pos tarif atau HS Code kurang tepat," tambahnya.

By admin

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *